Wawancara dengan Bapak Supangat Rohani MA tentang UJIAN NASIONAL (1)
- Details
- Berita Al Syukro
- Hits: 4751
Berbincang tentang Dunia Pendidikan bersama dengan Bapak Supangat Rohani MA, Kepala SD/SMP Islam Al Syukro memang mengasyikkan. Sebagai pemerhati sekaligus praktisi Pendidikan, cermatannya begitu mendalam ketika menilai konsep dan metodologi transfer ilmu melalui lembaga pendidikan.
Kini, Pak Supangat tengah menyelesaikan tahap akhir dari program study beasiswa S-3 (program Administrasi Pendidikan) di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jawa Barat. ”Alhamdulillah, saya termasuk yang lulus Ujian Comprehensive, yang merupakan sebuah ujian sebelum Ujian Disertasi. Dari sebanyak 30 mahasiswa program S-3, hanya 20% saja yang lulus Ujian Comprehensive. Saya juga lulus dalam Tes Bahasa Inggris yang mempersyaratkan untuk memiliki nilai TOEFL minimal 500. Selanjutnya, saya tinggal mempersiapkan Ujian Disertasi,” tuturnya.
Berikut, kutipan wawancara bersama Pak Supangat mengenai Ujian Nasional (UN), saat ditemui di Ruang Pengawas UN SMP, Senin (29/3). Seperti diketahui, pelaksanaan UN bagi siswa kelas IX SMP Islam Al Syukro dilaksanakan selama empat hari (empat materi Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA), dengan lancar dan sukses, sejak Senin, 29 Maret – Kamis, 1 April 2010:
*** |
Pelaksanaan UN di SMP Islam Al Syukro, bagaimana hasil pengamatan Anda?
Sebelum UN dimulai, kami melakukan acara pembukaan gelar UN terlebih dahulu. Ini untuk memastikan kepada pengawas independen (Bapak Agus Andria dari Bidang Akademik Rektorat UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta) dan empat orang pengawas di kelas (dari SMP Darussalam, Ciputat), bahwa selama ini kita senantiasa menanamkan kepada anak-anak tentang arti kejujuran, karena ia lebih penting dibandingkan dengan nilai UN. Jangankan untuk nilai UN, bila dikeluarkan dari sekolah pun, apabila atas nama kejujuran, maka Gusti Allah pasti akan membantu dan memberikan yang terbaik. Karena itu, tugas kita semua ini hanyalah berbuat, belajar, mempersiapkan UN semaksimal mungkin dan setelah UN, pasrah ilallah. Apapun keputusan Allah SWT itu adalah yang terbaik, walau pun kadangkala keputusan Allah tidak sesuai dengan kemauan kita. Untuk pelaksanaan UN di SMP Islam Al Syukro itu sendiri, saya sepakat dengan pernyataan pengawas independen bahwa sejauh ini pelaksanaannya lancar, aman, tanpa kendala apapun yang cukup berarti.
Selain itu, saya juga sempat melihat sendiri wajah anak-anak saat mengerjakan soal UN, dimana lebih memancarkan wajah yang tenang, ceria dan kontras bila dibandingkan dengan saat pelaksanaan try out UN pertama kali kita lakukan.
Inilah wujud dari kepasrahan ilallah yang ditunjukkan oleh anak-anak. Saya bangga melihat mereka berlaku demikian.
Dengan adanya Pengawas Independen dan Pengawas di Kelas, apakah Anda melihat bahwa metode UN telah mumpuni?
So far, peluang-peluang untuk curang banyak sekali. Kalau saat UN SMA kemarin, diduga bocor dari pihak percetakannya, maka saya bisa jabarkan 15 peluang lainnya. Misalnya, ketika soal UN sudah terkumpul di Rayon, entah siapa yang mengawasinya selama 24 jam. Bayangkan bila ada oknum yang membuka amplop soal tersebut di Rayon.
Karena itu, seharusnya yang kita tanamkan adalah bukan untuk mengantisipasi kecurangan UN tidak ada, tapi seberapa besar dan seberapa cepat kita menerapkan kepasrahan diri terhadap para siswa. Artinya, pemerintah ini jangan terlalu serius dalam mengantisipasi peluang kecurangan UN, tapi hendaknya justru mensikapi peluang orang untuk melakukan kecurangan UN itu sendiri. Bayangkan, UN itu kini menjadi penentu kelulusan siswa untuk lulus sekolah atau tidak, sukses atau tidak, dianggap pintar atau bodoh. Nah, sebaiknya hal ini diubah, dari UN yang menjadi hal penentu menjadi bukan penentu. Karena, guru pasti akan bersalah sekali apabila ada siswanya yang tidak lulus UN. Si anak juga akan menjadi sangat ’dirugikan’ bila ia tidak lulus UN, karena berbagai stigma negatif dari intern maupun ekstern bakal ’menghakimi’ dirinya.
Keterkaitan antara UN sebagai penentu kelulusan dengan peluang kecurangan UN?
Di SD, tidak ada UN, karena yang ada hanya Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN). Dan UASBN ini bukan penentu kelulusan, karena penentu kelulusan tetap ada di sekolah masing-masing. Terbukti, kecurangan ujian di SD lebih minim, bahkan hampir nihil, bila dibandingkan dengan kecurangan UN di SMA seperti kemarin. Ini karena UASBN bukanlah sebagai penentu kelulusan, beda dengan UN di SMP dan SMA yang justru ditekankan sebagai penentu kelulusan siswa.
Kekhawatiran yang berkembang, bukan saja menimpa dari pihak siswa saja, karena mereka akan takut bila gagal UN. Tapi juga dari pihak guru, apabila ada siswanya yang tidak lulus. Lalu pihak sekolahnya yang akan malu kredibilitasnya bila ada muridnya yang gagal UN. Terus sampai ke Kepala Dinas Pendidikan setempat, hingga ke Menteri Pendidikan Nasional sekali pun. Jadi, sistem UN-nya yang memang sudah sedemikian rupa, sehingga menjadi tambah ironis lagi, karena UN ternyata telah dijadikan sebagai penentu kelulusan siswa. (BERSAMBUNG)